Biografi Siti Khotijah Istri Pertama Rosulullah SAW

Siti Khadijah adalah putri
Khuwailid bin As'ad bin
Abdul Uzza bin Qushai bin
Kilab al-Qurasyiyah al-
Asadiyah. Siti Khadijah
dilahirkan di rumah yang
mulia dan terhormat, pada
tahun 68 sebelum hijrah.
Khadijah tumbuh dalam
lingkungan yang keluarga
yang mulia, sehingga
akhirnya setelah dewasa ia
menjadi wanita yang
cerdas, teguh, dan
berperangai luhur. Karena
itulah banyak laki-laki dari
kaumnya yang menaruh
simpati padanya. Syaikh
Muhammad Husain
Salamah menjelaskan
bahwa Siti Khadijah, nasab
dari jalur ayahnya bertemu
dengan nasab Rasulullah
pada kakeknya yang
bernama Qushay. Dia
menempati urutan kakek
keempat bagi dirinya.
Pada tahun 575 Masehi, Siti
Khadijah ditinggalkan
ibunya. Sepuluh tahun
kemudian ayahnya,
Khuwailid, menyusul.
Sepeninggal kedua orang
tuanya, Khadijah dan
saudara-saudaranya
mewarisi kekayaannya.
Kekayaan warisan
menyimpan bahaya. Ia bisa
menjadikan seseorang lebih
senang tinggal di rumah
dan hidup berfoya-foya.
Bahaya ini sangat disadari
Khadijah. Ia pun
memutuskan untuk tidak
menjadikan dirinya
pengangguran. Kecerdasan
dan kekuatan sikap yang
dimiliki Khadijah mampu
mengatasi godaan harta.
Karenanya, Khadijah
mengambil alih bisnis
keluarga.
Pada mulanya, Siti Khadijah
menikah dengan Abu
Halah bin Zurarah at-
Tamimi. Pernikahan itu
membuahkan dua orang
anak yang bernama Halah
dan Hindun. Tak lama
kemudian suamianya
meninggal dunia, dengan
meninggalkan kekayaan
yang banyak, juga jaringan
perniagaan yang luas dan
berkembang. Lalu Siti
Khadijah menikah lagi
untuk yang kedua dengan
Atiq bin 'A'id bin Abdullah
al-Makhzumi. Setelah
pernikahan itu berjalan
beberapa waktu, akhirnya
suami keduanya pun
meninggal dunia, yang juga
meninggalkan harta dan
perniagaan.
Dengan demikian, saat itu
Siti Khadijah menjadi
wanita terkaya di kalangan
bangsa Quraisy. Karenanya,
banyak pemuka dan
bangsawan bangsa Quraisy
yang melamarnya, mereka
ingin menjadikan dirinya
sebagai istri. Namun, Siti
Khadijah menolak lamaran
mereka dengan alas an
bahwa perhatian Khadijah
saat itu sedang tertuju
hanya untuk mendidik
anak-anaknya. Juga
dimungkinkan karena,
Khadijah merupakan
saudagar kaya raya dan
disegani sehingga ia sangat
sibuk mengurus
perniagaan.
Siti Khadijah mempunyai
saudara sepupu yang
bernama Waraqah bin
Naufal. Beliau termasuk
salah satu dari hanif di
Mekkah. Ia adalah sanak
keluarga Khadijah yang
tertua. Ia mengutuk bangsa
Arab yang menyembah
patung dan melakukan
penyimpangan dari
kepercayaan nenek
moyang mereka (nabi
Ibrahim dan Ismail).
Para sejawatnya mengakui
keberhasilan Siti Khadijah,
ketika itu mereka
memanggilnya "Ratu
Quraisy" dan "Ratu
Mekkah". Ia juga disebut
sebagai at-Thahirah, yaitu
"yang bersih dan suci".
Nama at-Thahirah itu
diberikan oleh sesama
bangsa Arab yang juga
terkenal dengan
kesombongan,
keangkuhan, dan
kebanggaannya sebagai
laki-laki. Karenanya
perilaku Khadijah benar-
benar patut diteladani
hingga ia menjadi terkenal
di kalangan mereka.
Pertama kali dalam sejarah
bangsa Arab, seorang
wanita diberi panggilan
Ratu Mekkah dan juga
dijuluki at-Thahirah. Orang-
orang memanggil Khadijah
dengan Ratu Mekkah
karena kekayaannya dan
menyebut Khadijah dengan
at-Thahirah karena
reputasinya yang tanpa
cacat.
Suatu ketika, Muhammad
berkerja mengelola barang
dagangan milik Siti
Khadijah untuk dijual ke
Syam bersama Maisyarah.
Setibanya dari berdagang
Maysarah menceritakan
mengenai perjalanannya,
mengenai keuntungan-
keuntungannya, dan juga
mengenai watak dan
kepribadian Muhammad.
Setelah mendengar dan
melihat perangai manis,
pekerti yang luhur,
kejujuran, dan kemampuan
yang dimiliki Muhammad,
kian hari Khadijah semakin
mengagumi sosok
Muhammad. Selain
kekaguman, muncul juga
perasaan-perasaan cinta
Khadijah kepada
Muhammad.
Tibalah hari suci itu. Maka
dengan maskawin 20 ekor
unta muda, Muhammad
menikah dengan Siti
Khadijah pada tahun 595
Masehi. Pernikahan itu
berlangsung diwakili oleh
paman Khadijah, 'Amr bin
Asad. Sedangkan dari pihak
keluarga Muhammad
diwakili oleh Abu Thalib
dan Hamzah. Ketika
Menikah, Muhammad
berusia 25 tahun,
sedangkan Siti Khadijah
berusia 40 tahun. Bagi
keduanya, perbedaan usia
yang terpaut cukup jauh
dan harta kekayaan yang
tidak sepadan di antara
mereka, tidaklah menjadi
masalah, karena mereka
menikah dilandasi oleh
cinta yang tulus, serta
pengabdian kepada Allah.
Dan, melalui pernikahan
itu pula Allah telah
memberikan keberkahan
dan kemuliaan kepada
mereka.
Dari pernikahan itu, Allah
menganugerahi mereka
dengan beberapa orang
anak, maka dari rahim Siti
Khadijah lahirlah enam
orang anak keturunan
Muhammad. Anak-anak itu
terdiri dari dua orang laki-
laki dan empat orang
perempuan. Anak laki-laki
mereka, al-Qasim dan dan
Abdullah at-Tahir at-Tayyib
meninggal saat bayi.
Kemudian, empat anak
perempuannya adalah
Zainab, Ruqayyah, Ummi
Kulsum, dan Fatimah az-
Zahra. Siti Khadijah
mengasuh dan
membimbing anak-
anaknya dengan bijaksana,
lembut, dan penuh kasih
sayang, sehingga mereka
pun setia dan hormat
sekali kepada ibunya.
Setelah berakhirnya
pemboikotan kaum Quraisy
terhadap kaum muslim, Siti
Khadijah sakit keras akibat
beberapa tahun menderita
kelaparan dan kehausan.
Semakin hari kondisi
kesehatan badannya
semakin memburuk. Dalam
sakit yang tidak terlalu
lama, dalam usia 60 tahun,
wafatlah seorang
mujahidah suci yang sabar
dan teguh imannya,
Sayyidah Siti Khadijah al-
Kubra binti Khuwailid.
Siti Khadijah wafat dalam
usia 65 tahun pada tanggal
10 Ramadhan tahun ke-10
kenabian, atau tiga tahun
sebelum hijrah ke Madinah
atau 619 Masehi. Ketia itu,
usia Rasulullah sekitar 50
tahun. Beliau dimakamkan
di dataran tinggi Mekkah,
yang dikenal dengan
sebutan al-Hajun.
Karena itu, peristiwa
wafatnya Siti Khadijah
sangat menusuk jiwa
Rasulullah. Alangkah sedih
dan pedihnya perasaan
Rasulullah ketika itu.
Karena dua orang yang
dicintainya (Khadijah dan
Abu Thalib) telah wafat,
maka tahun itu disebut
sebagai 'Aamul Huzni
(tahun kesedihan) dalam
kehidupan Rasulullah.
Sumber Asli:
Arief, Nurhaeni. Engkau
Bidadari Para Penghuni
Surga, Kisah Teladan
Wanita Saleha. Kafila:
Yogyakarta: 2008
Taman, Muslich. Pesona
Dua Ummul Mukminin,
Teladan Terbaik Menjadi
Wanita Sukses dan Mulia.
Pustaka Al-Kautsar: Jakarta.
2008
Razwy, Syeda. A. Khadijah,
The Greatest of First Lady
of Islam. Alawiyah
Abdurrahman (terj.). Mizan
Publika: Jakarta. 2007
Lebih baru Lebih lama